tugas pasda (permasalahn das di indonesia )



TUGAS PSDA


Hasil gambar untuk logo unidayan





                                 NAMA   : TOMMY KAMARUDDIN

 STAMBUK    : 16 630 114


Potensi dan Permasalahan Lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Dan Wilayah Pesisir

Ringkasan       :
             
      Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) membutuhkan keterpaduan dari hulu hingga hilir, sinergitas antar sektor dan lembaga, serta keterlibatan antar stakeholder dari masyarakat, swasta dan pemerintah. Sementara itu, kawasan pesisir merupakan salah satu komponen penting dari hilir sebuah DAS. Pengelolaan kawasan pesisir selama ini masih terpisah dari pengelolaan DAS itu sendiri. Untuk itu, perlu dilakukan keterpaduan perencanaan pengelolaan pesisir dan Daerah Aliran Sungai.

Dengan menggunakan pendekatan ekologi, keruangan (spatial) dan komplek wilayah, buku ini memperkenalkan suatu analisis terpadu untuk pengelolaan DAS dan wilayah pesisir. Sub DAS Kuto, Damar dan Blukar di wilayah Kabupaten Batang dan Kendal dipilih sebagai daerah studi kasus. Buku ini menyajikan analisis pendahuluan dari berbagai aspek yang meliputi kondisi fisik lingkungan, potensi bahaya, sosial ekonomi, kelembagaan dan potensi pariwisata pada kawasan DAS dan pesisir.

Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian yang menjelaskan tentang 1) kondisi fisik di Sub DAS Kuto, Damar dan Blukar (KDB), 2) menjelaskan permasalahan lingkungan di kawasan Sub DAS KDB untuk mengetahui kekritisan DAS, 3) memberikan analisa karakteristik sosial ekonomi dan sinergisme kelembagaan sebagai suatu bentuk pengelolaan DAS terpadu, 4) memberikan gambaran kerentanan, persepsi dan kapasitas masyarakat terhadap bencana alam banjir dan longsor di Sub DAS KDB, serta 5) melakukan inventarisasi potensi dan permasalahan wilayah pesisir.

Sub DAS KDB dipilih sebagai daerah studi, dengan pertimbangan kondisi kekritisan DAS didaerah tersebut dan kompleksitas permasalahan yang ada didalamnya. Pembahasan kondisi fisik menjelaskan tentang lingkungan fisik di Sub DAS KDB dan wilayah pesisirnya. Identifikasi permasalahan di lingkungan Sub DAS KDB dibatasi pada pembahasan potensi banjir limpasan, banjir genangan, longsor, erosi dan kerentanan airtanah. Sementara itu, analisis sosial ekonomi dan sinergisme kelembagaan membahas tentang hubungan antara kemiskinan dengan kekritisan DAS, hubungan tingkat kekotaan dengan kekritisan DAS , hubungan tingkkat pendidikan dengan tingkat kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan DAS, pemetaan kelembagaan, sinergisme kelembagaan dan lain sebagainya. Sedangkan pembahasan kerentaan, persepsi dan kapasitas masyarakat difokuskan pada tema bencana banjir dan tanah longsor. Buku ini diakhiri dengan pembahasan mengenai inventarisasi potensi dan permasalahan wilayah pesisir.
Sekalipun pengelolaan DAS terus dilakukan, hasilnya belum signifikan karena degradasi DAS terus meningkat. Dampaknya, banjir, longsor, erosi, sedimentasi dan daya dukung serta daya tampung lingkungan terlampaui. Sutopo mengatakan ada sesuatu yang salah tetapi tidak ada solusi permanen dan jangka panjang.
Permasalahan dalam teknologi pengelolaan DAS, kata Sutopo, pada umumnya masalah pemeliharaan setelah proyek berakhir. Berbagai proyek konservasi tanah skala besar di Jawa seperti Proyek Citanduy II, Upland Agriculture and Conservation Project (UACP), dan Land Rehabilitation and Agroforestry Development mempunyai masalah yang sama, pemeliharaan teras merosot drastis setelah proyek selesai.
"Pemeliharaan teras secara terus menerus tanpa subsidi setelah proyek berakhir tidak dapat dilakukan oleh petani, khususnya petani lahan kering karena besarnya biaya yang diperlukan. Akibatnya proyek tersebut tidak berkelanjutan dan akhirnya kurang efektif," katanya.
Masalah DAS, menurut Sutopo, bukan hanya bertumpu pada pada masalah fisik dan teknis saja, perlu keseimbangan dengan pengelolaan DAS yang bersifat partisipatoris. Pendekatan pembangunan partisipatoris ini harus dimulai dari masyarakat. Dia menjelaskan, munculnya paradigma pembangunan pengelolaan DAS yang partisipatoris mengindikasikan adanya dua perspektif.
Pertama, melibatkan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS. Sehingga dapat dijamin persepsi, pola sikap, dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan lokal ikut dipertimbangkan secara penuh. Kedua, adanya umpan balik yang pada hakekatnya bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
"Pengelolaan DAS partisipatif didasarkan pada pendekatan farming system dan pengelolaan milik bersama (common property resources management) yang dalam prakteknya memperkenalkan konsep DAS kecil sebagai satu unit pembangunan," katanya.
Untuk itu, kata Sutopo, penataan ruang harus diimplementasikan secara ketat dan bersama. Pemanfaatan ruang berbasis peta rawan bencana harus mengatur semua sektor kegiatan manusia, baik oleh pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat. "Seringkali tata ruang sudah bagus dan mempertimbangkan aspek bencana, tetapi semua dilanggar sehingga menimbulkan banyak masalah," kata Sutopo.
Akibatnya, kata Sutopo, kawasan resapan air berkurang, hulu DAS berubah menjadi kawasan budidaya dan permukiman, bantaran sungai penuh permukiman, erosi, sedimentasi, polusi dan lainnya. Pengelolaan DAS menurut dia, harus menyeluruh dan harus ada komitmen pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat yang kuat dan konsisten untuk melakukannya. "Jika tidak maka banjir bandang di Garut dapat juga terjadi dengan mudah di daerah lain yang memang kondisi DAS-nya
Berikut Foto yang Menyebabkan Pencemaran Air Sungai Yang ada di Indonesia :

Hasil gambar untuk PERMASALAHAN DAS DI INDONESIA



Komentar

Postingan Populer